Pages

Monday, October 14, 2013

Sejarah Trem di Jakarta



[imagetag]
Trem Tenaga Kuda


Dahulu kala, tahun 1869, trem kuda mulai beroperasi. Berjalan di atas rel, trem kuda berjalan membelah Jakarta mulai dari Kota Intan, Pintu Air, Pasar Baru, Lapangan Banteng, Pasar Senen, Kramat, dan berakhir di Jatinegara. Penumpang yang akan naik harus membeli karcis yang distempel dengan nomor. Harganya 10 sen per sekali naik. Jika ada yang mau naik atau turun, kondekturnya akan memerintahkan kusir untuk berhenti dengan cara membunyikan lonceng. Namun pada jaman trem kuda ini beroperasi, banyak kuda berguguran. Kuda-kuda ini kelelahan menarik gerbong yang memuat puluhan orang, apalagi bila melewati jalan yang menanjak. Pada waktu itu, kuda-kudanya pada menggigit besi, kalau agan-agan sering mendengar istilah "jaman kuda gigit besi", istilah itu asalnya dari sini.







[imagetag]
Trem Tenaga Uap


Karena penggunaan tenaga kuda cenderung menzalimi para kuda, akhirnya pada tahun 1881 trem uap datang menggantikan. Dengan bahan bakar batubara, bunyi lonceng trem uap pun bisa terdengar sampai kejauhan. Lintasannya pun masih sama dengan trem kuda. Di atas trem, ada masinis pribumi dengan seorang petugas yang menyalakan api. Selanjutnya ada pula dua kondektur yang berseragam namun tanpa alas kaki. Kepala kondekturnya sendiri biasanya adalah seorang Eropa pensiunan tentara. Namun, yang cukup diingat dari trem uap adalah penerapan sistem kelas. Ada kelas satu, kelas dua, dan gerbong khusus kelas tiga untuk pribumi yang harganya lebih murah. Orang Eropa, Tionghoa, dan Arab tidak boleh duduk di kelas tiga, mereka diharuskan duduk di kelas satu atau kelas dua.



Trem Tenaga Listrik


[imagetag]


Tercatat tanggal 10 April 1899, trem listrik mulai beroperasi. Trem ini menggunakan tenaga listrik yang tidak berpolusi, di atas rel bergantungan kabel-kabel listrik. Jalurnya dari Kota Intan, Bank Indonesia, Kota Tengek, Jembatan Batu, Jembatan Senti, Pangeran Jayakarta, Pasar Senen, Tanah Tinggi, dan berakhir di Kramat. Dari kalangan sinyo-noni, tuan-nyonya, sampai rakyat jelata, semua boleh naik trem listrik. Bahkan beberapa kali tercatat terdapat gerbong trem listrik yang dihiasi tulisan-tulisan yang membakar semangat nasionalisme seperti, "Better to hell than to be colonized again!" yang artinya tentu saja "Lebih baik mati daripada dijajah lagi!"



Penutupan Trem di Kota Jakarta


Pada tahun 1962, trem resmi ditutup pada masa pemerintahan walikota Sudiro. Alasannya bermacam-macam dan simpang siur, ada yang mengatakan karena trem adalah bentuk transportasi sisa jajahan Belanda, ada juga yang bilang karena adanya kontrak bisnis antara pemerintah dengan pemerintah Jepang yang mengisyaratkan adanya impor mobil sebanyak-banyaknya. Presiden Soekarno pun pernah mengatakan bahwa trem tidak cocok untuk kota Jakarta, beliau lebih setuju jika dibangun metro atau kereta api bawah tanah. Sampai saat ini pembangunan metro dan kereta bawah tanah tersebut belum juga terlaksana.



Peta Trem di Kota Jakarta



[imagetag]


#23abfc


[imagetag]


No comments:

Post a Comment