Ini kesekian kali aku bertemu dengan seorangpengamen yang kebetulan selalu muncul di jam-jam yang sama, di atas bis yangmengantarku pulang setiap malam. Aku baru bekerja 3 bulan ini, dan baru 3 bulanpula rutin melintasi jalan ini dengan rute bis yang sama. Pengamen ini segeramenarik perhatianku, karena walaupun bibirnya menghitam kelam karena rokok dancelana serta bajunya nampak usang, dia berusaha tampil bersih dan rapi.Lagu-lagunya tak pernah cemen, dan dinyanyikan dengan lantang tak merayu. Satulagi, sorot mata itu.. tajam dan kuat.
Suatu kali, bis setengah kosong dan karena itudia punya waktu luang untuk sekedar duduk menanti pemberhentian berikutnya. Akuberuntung dia duduk di dekatku, dan aku memulai percakapan. Beberapa kalibertemu dalam satu minggu selama berbulan-bulan membuatku tidak sulit untukmulai menyapanya. Aku membicarakan tempat pemberhentian berikutnya, jalur bisyang dia tumpangi, cuaca dan hal-hal ringan lainnya. Tapi sepertinya orang initahu aku menganggapnya tidak biasa, dan dia tidak keberatan untuk membukasedikit cerita masa lalunya.
"Aku dulu tentara." Dia memulaicerita dengan tiga kata yang membuatku paham mengapa tampilannya berbeda daripengamen pada umumnya. Sejak remaja, dia sudah menunjukkan bakat menembak yangluar biasa. Bersama teman dan pamannya dia sering berburu ke hutan, mengasahketepatan bidikan demi bidikan. Namun dia sendiri tidak pernah membunuh hewandengan berlebihan. Setiap hewan buruan dia pastikan tidak tersia-sia denganmenjadikannya bahan makanan.
Tibalah kesempatan untuk menyalurkan bakatnyaguna melindungi orang lain ketika ada tawaran untuk menjadi tentara. Segerasetelah selesai masa pendidikan dia menjadi sniper ulung. Negara mengirimnya kemedan perang; dan di sinilah dirinya diuji. Dia tidak pernah menembak orang, dimedan peperangan pikirannya sangat kacau karena tidak mau membunuh orang yangtidak bersalah. Puncaknya adalah ketika dia harus menembak seorang wanita yangsedang berjalan di dekat anak kecil. Dia tidak bisa melakukannya. Wanita itutidak melakukan apa-apa, dan ada anak kecil bersamanya. Matanya basah karenaair mata dan karena itu dia tidak bisa membidik dan akhirnya menolak untukmenembak.
Segera dia dibebastugaskan, menjalani hukumankarena menolak perintah dan masuk daftar hitam sehingga tidak bisa mendapatkanpekerjaan di mana pun. "Aku tidak menyesal.. Sampai hari ini pun aku tidakmenyesal," jawabnya ketika kutanya bagaimana perasaannya sekarang."Aku ingin melindungi orang, bukan membunuhnya. Sekarang aku tidak punyatempat tinggal dan makan dari mengamen, tapi aku masih bisa hidup dengan caraseperti ini. Jika dulu aku menembak wanita tak bersalah itu, aku tidak akanbisa hidup lagi. Aku yakin."
Aku termangu mencerna kalimat-kalimatterakhirnya. Bagi sebagian orang hidup di jalanan dan tidak bertempat tinggaladalah akhir dari hidup. Mungkin lebih baik mati daripada menjalani hidup yangdemikian. Banyak orang memilih lebih baik mengambil kehidupan dan kebahagiaanorang lain agar bisa tetap hidup enak dan terhormat. Pengamen ini membuktikandirinya jauh lebih mulia dari banyak orang.
No comments:
Post a Comment